![]() |
SARUNGMAN |
“Don, kamu setelah lulus SMP ini mau lanjutin ke SMA atau
SMK nak?” Tanya nyokap gue.
“Aku mau pesantren aja Mah.” Jawab gue.
“Lah, kamu kan bukan anak bandel nak.” Kata nyokap kaget
atas jawaban anaknya.
“Mah, dengerin Doni ya. Pesantren itu bukanlah tempat
anak-anak bandel. Tapi Pesantren itu tempat menuntut ilmu mah.” Jawab gue udah
kaya orang bener.
“Tapi kenapa nggak ke SMK jurusan Administrasi
Perkantoran aja. Kamu kan yang bakal meneruskan perusahaan keluarga kita Don.
Kamu ini anak satu-satunya.” Jawab nyokap meyakinkan.
“Iya mah Doni tau. Doni hanya ingin memperdalam ilmu agama
kita. Agar suatu saat nanti Doni jadi pemimpin yang jujur. Doni juga kan suatu
saat akan menjadi imam keluarga. Doni akan mencari pesantren modern kok Mah.
Jadi nggak cuma ilmu agama yang dipelajari, tetapi ilmu seperti yang diajarkan
di sekolah biasa juga ada.”
“Oh yasudah kalo itu mau mu. Mamah akan do’akan agar
itulah jalan yang terbaik untuk kamu.”
“Amiin!!!”
Beberapa bulan kemudian, akhirnya gue lulus SMP dan melanjutkan
pesantren modern di daerah Bogor. Gue memulai aktifitas dari yang tadinya orang
rumahan, menjadi orang yang mandiri. Biasanya pakaian gue dicuci sama bibi.
Tapi di pesantren, gue nyuci sendiri.
Gue tinggal di asrama. Di kamar 112 bersama seorang kakak
kelas, dan seorang anak baru yang sama seperti gue. Tapi enaknya di sana tidak
ada senioritas.
“Andi!” Kata kakak kelas menghampiri gue yang baru datang
sambil menjulurkan tangannya tanda perkenalan.
“Doni.” Jawab gue, dan menyambut perkenalan sambil
bersalaman.
“Oh, ada yang bisa gue bantu Don?” Tanya Andi.
“Gak perlu kak, terima kasih.” Jawab gue.
“Jangan sungkan Don, oh iya, panggil gue Andi aja. Gue
cuma beda satu tingkat di atas lo doang kok. Oh iya di sini kita bertiga bareng
Ronal. Dia juga masih baru kaya lo kok.”
“Eh iya kak, eh Di.”
“Yasudah lo istirahat dululah. Besok sehabis subuh gue
ajak lo keliling pesantren ini sambil olahraga. Banyak santri cewenya lho.”
“Oke deh.” Jawab gue dan mulai berbaring.
Nggak beberapa lama setelah gue tiduran dan nyanyi-nyanyi
bareng Andi dengan gitarnya. Tiba-tiba ada ketukan pintu.
(tok-tok-tok) “Assalamu’alaikum!” Kata orang yang baru
datang dengan badan kecil kerempeng.
“Wa’alaikumsalam.” Jawab gue dan Andi kompak.
“Eh Nal, ini temen kamar kita yang baru, Doni.” Kata Andi
yang memperkenalkan gue.
“Eh iya, Ronal!” Kata Ronal menjulurkan tangannya.
“Doni.” Jawab gue.
“Eh NaL, lo dari mana sih?” Tanya Andi.
“Eh, emm itu, aku dari kantin cari makan.” Jawab Ronal
sambil nunjukin seplastik sedang makanan ringan dan dua botol minuman.
“Lha kok lama amat dah di kantin sampe dua jam gitu?”
Tanya Andi aneh.
“Ah kau tak tau saja. Di sana kan banyak santriwati. Lah
aku kenalan dulu lah sama santri yang tipe aku sekali.” Jawab Ronal dengan nada
daerahnya.
“Ah, mana ada yang mau kenal sama lo Nal. Lo kan kecil
kerempeng gitu.” Ledek Andi.
“Nih kau lihat saja, aku dapat pin BBMnya. Lihat saja
DPnya.” Jawab Ronal sambil menunjukan hapenya.
“Eh iya, manis juga Nal. Pake pelet apa sih lo?”
“Enak saja kau. Aku tak pernah pake yang gituan. Sudahlah
kita tidur saja. Sudah malam ini.”
Nggak berapa lama mereka berdua sudah tertidur. Dan gue
belum tidur. Gue belum terbiasa tidur dengan suasana jangkrik yang berbunyi
seperti ini. Gue coba berusaha buat mejamin mata. Tapi hasilnya nihil. Gue
tetep aja gak bisa tidur. Setelah beberapa jam, gue liat jam di hape gue.
Ternyata sudah menunjukkan pukul 3 pagi. Dan nggak berapa lama akhirnya gue
berhasil tidur.
“Don bangun Don, udah waktunya kita solat.” Kata Andi
membangunkan gue.
“Eh iya. Hoammzzz.” Jawab gue sambil nguap.
“Kenapa kau Don? Tidak bisa tidur ya semalam. Aku juga
saat baru masuk seperti itu kok. Nanti juga kau terbiasa Don.” Kata Ronal.
“Ayolah kita ke masjid, lalu kita jalan-jalan ke taman.”
Ajak Andi.
“Ah kau pasti mau ketemu Dinda kan Di.” Ejek Ronal.
“Sudahlah ayo kita pergi.” Ajak gue yang memecahkan
keributan mereka.
Setelah solat kita bertiga berkeliling pesantren. Dan
terakhir pergi ke taman. Andi tiba-tiba memanggil teman seangkatannya.
“Hey Nurlela. Dinda kemana?” Teriak Andi.
“Ah lo ini, masih pagi udah mau pacaran aja. Eh itu
siapa, baru liat gue.” Tanya cewe itu sambil ngeliat ke arah gue.
“Oh, Don sini. Nih Nurlela temen sekelas gue.”
“Lela.”
“Doni.”
“Eh Don, gue ke sana dulu ya. Mau pacaran gue, ahahaha.
Lu di sini aja sama Lela dan Ronal.”
“Don, gimana Lela cantik kan?” Bisik Ronal.
“Iya.” Jawab gue singkat.
“Naksir kan kau. Ahahaha.”
“Gue gak percaya cinta pada pandangan pertama Nal.”
“Ah masa sih. Eh aku ke sana dulu ya. Tuh ada cewe manis
semalem.”
“Iye dah gimana lo aja.”
“Etdah, temen-temen lo pada eror semua ya.” Kata Lela.
“Hehehe, iya tuh pada aneh semua.” Jawab gue.
“Eh kita duduk di kursi sana aja yuk deket pohon.” Ajak
Lela.
Sesampainya di kursi kita mulai mengobrol.
“Oh iya, Lo udah punya pacar belum Don.” Tanya Lela.
“Belum.” Jawab gue yang emang jomblo lama banget.
“Ah, masa? Gak percaya gue. Udah sih jujur aja.” Jawab
Lela gak percaya.
“Iya, gue kan jelek. Mana ada yang mau sama gue.”
“Huss, Jangan gitu.”
“Hmm,” Hanya itu yang keluar dari mulut gue.
“Yaudalah, gak usah dibahas. Eh invite Pin BBM gue dong.
Tapi jangan kasih tau siapa-siapa ya.” Kata Lela mencairkan suasana.
“Oke!”
Setelah beberapa lama gue jadi semakin akrab sama dia.
Dan gue juga kadang gombalin dia. Tapi gak tau kenapa dari gombal itu menjadi
tulus. Gue bingung ada yang aneh sama gue. Ketika gue ketemu dia jadi lebih
sering diem-dieman. Gak kaya biasanya. Ada momen canggung yang gue rasakan.
Suatu pagi di taman yang sama, ketika gue sedang maenan
hape. Tiba-tiba dia nanya.
“Lo suka cewe yang kaya gimana sih?” Tanya dia. Tapi
jantung gue kaya abis lari, sampe dagdigdug kenceng banget.
“Hmm, kaya gimana ya?”
“Ya, yang lebih muda apa gimana gitu?”
“Kalo masalah itu sih gue gak masalah, yang penting cocok
aja.”
“Oh gitu.”
Malemnya gue masih kepikiran sama pertanyaan itu. Apa
maksudnya dia nanya kaya gitu. Gue terus bertanya-tanya dalam hati. Dan sambil
memainkan gitarnya Andi, tiba-tiba gue nyanyi satu lagu yang tercipta secara tiba-tiba.
Pertama
ku jumpa dirimu,
Awalnya
biasa saja.
Sekian
lama bertemu,
Kurasa
ada yang berbeda.
Ketika
dekat denganmu,
Berdebar
kencang jantungku
Karena
ku cinta padamu
Dan
sayang pada dirimu
Oh
andaikan engkau jadi kekasihku
Kan
ku dekap erat tubuhmu
Dan
apapun cobaan itu
Kan
kita hadapi slalu
Ketika
jauh darimu
Ku
rasa rindu padamu
Padahal
baru sebentar
Ku
tak jumpa dengan dirimu
Oh
andaikan engkau jadi kekasihku
Kan
ku dekap erat tubuhmu
Dan
apapun cobaan itu
Kan
kita hadapi slalu
“Cieeee, kayanya ada yang Fall in love nih Nal!” Ejek
Andi setelah mendengarkan gue nyanyi.
“Iya nih, sama siapa tuh Don, Lela ya?” Tanya Ronal.
“Lo jangan sakit hati ya Don!” Kata Andi tiba-tiba.
“Kenapa Emangnya Di?” Tanya gue penasaran.
“Lela, udah punya cowo. Tapi emang sih cowonya gak di
sini. tapi di Jakarta.
“Oh gitu.” Jawab gue lesu dan setengah sakit hati.
Namun setelah itu, gue tetep deket sama Lela. Iya
walaupun ada perasaan sakit di hati gue. Tapi tetep aja gue masih cinta sama
Lela. Gue ini emang orangnya susah jatuh cinta. Namun ketika sudah cinta,
guepun sulit untuk ngelupainnya. Termasuk sama Lela.
Gue mulai menggalau. Gue melamun di taman sambil menulis
secarik surat.
Dear
Lela,
Mungkin aku salah mencintaimu.
Tapi aku sungguh-sungguh mencintaimu. Cinta ini begitu tulus. Aku tau, kau
tak akan bisa jadi milikku. Tapi aku hanya ingin melihatmu bahagia. Selalu
tersenyum. Mungkin hati ini sakit. Tapi aku tak masalah. Yang penting kamu
bahagia. Apa yang bisa aku lakukan buat kamu. Aku bakal lakukan. Aku gak tau
harus ngomong apa lagi. Yang jelas aku sayang kamu. Aku gak mau ngeliat kamu
sedih. Jika kamu butuh aku, aku akan selalu ada buat kamu.
|
Surat itu hanya bisa gue tulis, tanpa diserahkan ke dia.
Gue coba buka BBM dan melihat personal messagenya. Ternyata dia lagi galau.
Hmm, apa yang bisa gue lakuin. Sebenernya gue ingin berada didekatnya.
Mendengarkan curahan hatinya. Tapi mau bagaimana lagi, gue ini bukan
siapa-siapa dia. Mungkin dia hanya akan menjadi Bidadari Cantik yang
selalu ada dalam mimpi gue. Iya, dia hanyalah mimpi buat gue. “Cinta tak
berarti memiliki” mungkin itu kata-kata yang cocok buat gue. Dan mungkin gue
hanya akan menjadi Secret Admirer (pengagum rahasia). Seperti superhero yang
tidak memberi tahu siapa dia sebenernya.
Ditengah-tengah lamunan gue, tiba-tiba ada sebuah sarung
yang jatuh tepat ke gue. Gue kira itu sarung santri yang melorot dari atas
pohon. Namun gue sadar di sekitar gue gak ada pohon yang tinggi. Namun
tiba-tiba ada yang melempar gue pake buah jambu biji. Namun tangan gue yang
memegang sarung itu tiba-tiba bergerak menepis jambu itu, sampe jambu itu ancur
bekeping-keping. Gue mulai aneh. Kenapa jambu hanya kena sarung itu bisa pecah.
“Lah kok jambunya bisa pecah gitu Don?” Tanya Andi yang
ngelempar jambu itu.
“Nggak tau Di, aneh gue juga!”
“Ah udahlah, ngapain sih lo ngelamun di sini. Bukannya
setengah jam lagi lo ada kelas.”
“Eh iya. Yaudah gue pergi dulu ya!” Jawab gue dan
langsung pergi.
“Lah gue malah ditinggal. Dasar orang aneh!”
Gue masih bingung apa yang terjadi hari ini. Tapi
tiba-tiba di suatu malam. Gue tiba-tiba jadi ingin ke taman. Nggak tau kenapa,
perasaan gue gak enak banget. Tapi anehnya lagi sarung ini malah pengen gue
bawa dan menjadikannya topeng. Sumpah gue malah mirip kaya maling.
Gue melihat Lela di taman itu. Tapi dia sedang diancam 3
orang penjahat bersenjata tajam. Gue gak mau orang yang gue sayang
kenapa-kenapa. Dengan nekad gue melawan penjahat itu. Padahal gue gak punya
basic bela diri sama sekali.
“Hey, kalian lepasin dia!” Teriak gue.
“Siapa lo? Ayo temen-temen kita tusuk aja orang itu
bareng-bareng!”
Para penjahat itu menusuk perut gue dengan golok mereka.
Tapi anehnya golok mereka malah patah dan hancur bagai debu. Para penjahat itu
langsung lari ketakutan.
“Kamu nggak apa-apa?” Tanya gue ke Lela.
“E-enggak, kamu siapa?” Tanya Lela.
“SarungMan.” Jawab gue.
“Makasih ya.”
“Iya, sama-sama.”
Akhirnya kini gue menjadi SarungMan, yang tidak ada
satupun orang yang mengetahui identitas gue. Seperti cinta gue ke Lela sang
Bidadari Cantik dalam mimpi gue. Gak ada yang tau. Mungkin dengan menjadi
SarungMan ini, gue bisa menjaga Lela. Gue hanya bisa bersyukur, gue telah
diberikan kekuatan lewat sarung ini.
TO
BE CONTINUED…
5 comments:
Sarung-man? Kreatif juga. super hero berbasic secret admirer yang mungkin cuman ada di Indonesia. :))
Haha, thnx bro udh baca,, iya superhero cuma cinta2an,,
haha kreatiif
Ciee ciee lanjut ._.
oke, itu kawasan pesantren dan kenapa ada malingnya? *ga tau kondisi pesantren kayak gimana aslinya*
Post a Comment
Komentar Bisa kaleee....!!!!